Halo, people, my lovely readers!

Apa kabar? Udah libur belum? Ato ngambil Semester Pendek?

Eniwei, belakangan gw jarang apdet blog nih… Maafkan aku, penggemarku, karena telah membuat kalian kangen…

So, what’s the story?

Ah, gw pengen cerita-cerita soal hari-hari menyenangkan menjelang Inisiasi KMSR…

Tanggal 6-8 Juni, gw pergi kemping ke Cikole. Itu, ada acara Weekend KISR(Keluarga Islam Seni Rupa). Acaranya kemping 3 hari 2 malem.

Jadi, kita berangkat hari Jumat pagi, naik tronton(bener gak sih gw nulisnya?). Itu lho sejenis truk gede yang biasa dipake tentara. Kalo di Command & Conquer macam Humvee gitu lah, bisa ngangkut banyak orang dan barang.

We do many things there. Bikin baligo KISR 2008, lomba masak, tidur di dalem sleeping bag, sempit-sempitan di tenda di tengah hujan, materi, outbound, dan tentu saja foto-foto… Generasiku, generasi narsis.

Di pagi dini hari, hari terakhir, kita dikumpulin dengan mata tertutup(ini sering dilakukan di SR, demi menjaga surprise), terus ditanya tentang harapan akan KISR ke depannya. Terus masing-masing dikasih benda bundar tipis dari kain. Begitu mata dibuka, di depan kita udah ada baligo yang kemarin kita bikin. Benda yang dikasih ke tangan kita adalah badge KISR. Now, we are KISR 2008.

Kita pun pulang dengan hati senang, ditambah tugas pertama kami: Penyambutan Mahasiswa Baru 2009.

Well, that’s KISR. Ada lagi yang menarik. Di hari kita pulang dari Cikole, kita cabut lagi nyusul teman-teman ke Cigondewah, sebuah desa di Bandung Selatan. AADC(Ada Apa Dengan Cigondewah?).

Cigondewah, sebuah desa di Bandung Selatan yang terkenal sebagai penghasil kain yang jempolan. Cigondewah adalah sebuah desa yang unik, karena di sana ada bertemu kebudayaan tradisional desa dan perkotaan(industri). Sampai sekarang, elemen-elemen dari kedua kebudayaan itu hidup berdampingan.

Itu saja?

Oh, ternyata ada lagi. Masyarakat Cigondewah hidup dari dan bersama sampah. Iya, sampah, khususnya sampah plastik. Mereka mendaur ulang sampah plastik(atau sekedar memisahkannya untuk didaur ulang) sedemikian rupa sehingga menjadi sesuatu yang bisa dijual. Di sepanjang jalur masuk ke desa tersebut, sampah-sampah bertumpukan di sebelah rumah, di pinggir jalan. Pemandangan yang agak menyedihkan bagi mereka yang pertama kali meilhatnya, namun setelah tahu bahwa dari situlah mereka hidup, muncul respek dari dalam diri. Mereka adalah masyarakat kreatif yang mengubah trash menjadi trashure(pelesetan dari treasure).

Jadi, apa yang kita lakukan di sana?

Jawabannya ada di judul acara ini: Mural-O-Cigondewah: Teenage Riot. Yeah, kita membuat mural di sana. Di tembok pembatas jalan tol yang ada di depan tempat ‘penyimpanan’ sampah itu.

Pagi-pagi, setelah hari sebelumnya kita observasi(gw gak ikut, soalnya baru dateng malemnya), nyusun konsep, presentasi, lalu pagi harinya senam pagi dan sarapan, kita mulai bikin mural di tembok itu. Total ada 36 panel, setiap panelnya 2 meter dan tinggi 1,8 meter, ditambah jarak antar panel sekitar 20 cm. Jadi, total panjang mural yang kami buat ada 70 meter lebih.

Ini ada foto dari beberapa panel yang kita gambar:

trashure. itu sampah beneran ditempel

yang ini bikin komik tentang mata pencaharian masyarakat Cigondewah

ini bikinan kelompok gw :)

Sambutan dari masyarakat Cigondewah sangat baik. Gak henti-hentinya mereka ngucapin terima kasih buat kita. Padahal yang harusnya bilang makasih itu kita, karena udah diberi kesempatan untuk berkarya di media yang akan sering dilihat orang banyak. Terima kasih Cigondewah. Terima kasih KMSR. Terima kasih Pak Tisna Sanjaya, I’m officially your fan, now.

Pak Tisna, si Kabayan Nyintreuk, sedang mewawancarai barudak(anak-anak) Cigondewah

Terakhir, sebelum gw cabut, makan, dan e’ek, gw mau kasih berita mengejutkan…

gw cepak!

Hell yeah. Dipotong senior pas inisiasi. Rambut gw yang setahun gw gondrongin harus di-restart begini… Tapi kata anak-anak gw mendingan kayak gini 🙂

Okeh, segitu dulu lah apdetan gw.

See you at my next postingan!

Buh-bye!